Misi 86, Tegal
Dalam perayaan Hardiknas, kita mengambil inspirasi dari kisah tiga tokoh luar biasa di Kota Tegal, yang membuktikan bahwa gelar Sarjana bukanlah syarat mutlak untuk berkontribusi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Wa Ipin Sapubitink, Ust. Zein Abror dan Ibu Riani, adalah contoh nyata bahwa kebaikan dan pengabdian tidak terbatas pada tingkat pendidikan formal.
Saripin yang akrab disapa Wa Ipin Sapubitink, seorang tokoh punk yang familiar dengan Band Sapubitink di Kota Tegal, yang telah mendirikan Taman Baca Bayeman Indah di Kaligangsa Tegal. Meskipun menjadi seorang punk, Wa Ipin Sapubitink tidak pernah melupakan cita-citanya untuk menyebarkan literasi di Kota Tegal dan sekitarnya. Meskipun saat ini sedang vakum dalam menggelar lapak buku, Wa Ipin tetap terbuka bagi siapapun yang ingin belajar dan berdiskusi mengenai literasi. Wa Ipin Sapubitink menunjukkan, bahwa semangat literasi dan kepedulian sosial tidak mengenal batasan genre atau gaya hidup.
Selain itu, kita juga patut bangga dengan Ust. Zein Abror, seorang guru santri di Ponpes API Tegalrejo, yang dengan penuh dedikasi mengabdikan waktunya untuk mencari nafkah dan berdakwah melalui pengajaran di Pondok Pesantren, serta mengajar baca Iqro kepada anak-anak jalanan di daerah Narawisan Talang, Kab. Tegal. Ust. Zein adalah contoh nyata, bahwa seorang pendidik tidak harus terbatas pada ruang kelas formal. Ust. Zein menegaskan, bahwa panggilan untuk mengajar dan memberikan ilmu, tidak terbatas pada lingkup Pesantren atau gelar akademis.
Yang tidak kalah inspiratif adalah Ibu Riani, seorang pemulung yang juga pendiri Gubuk Baca Hati Nurani. Meskipun menghabiskan sebagian besar waktunya untuk memulung, Ibu Riani tetap aktif mengajar anak-anak sekitar, untuk membuat kerajinan dan membaca di gubuk bacaannya. Gubuk bacaan ini dibangun secara mandiri, tanpa bantuan dari instansi sekitar. Menunjukkan keteguhan dan kegigihan Ibu Riani, dalam mendukung pendidikan di lingkungannya. Ibu Riani membuktikan, bahwa kebaikan tidak memandang status sosial atau pekerjaan.
Bagi para Mahasiswa dan Sarjana di Tegal, kisah ketiga tokoh ini menjadi tanda tanya bagi kita semua. Apakah gelar yang kita kejar hanya untuk kepentingan pribadi, ataukah untuk menjadi lebih bermanfa’at bagi sesama? Mereka mengajarkan kita, bahwa esensi pendidikan sejati adalah untuk berbagi pengetahuan dan memberikan manfa’at kepada orang lain, tidak peduli darimana asalnya atau seberapa tinggi gelarnya.
Mari kita ambil pelajaran dari ketiga tokoh inspiratif ini, bahwa kita semua memiliki peran dalam membangun bangsa ini, tanpa terkecuali. Selamat Hari Pendidikan Nasional untuk para pendidik jalanan dan mari kita semua bersama-sama berkontribusi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan atau tanpa gelar Sarjana. (Red)